Memungut Mutiara Berserakan
Table of Contents
Padahal sahabat-sahabatku, cara pandang inilah menjadikan kita manusia-manusia kerdil, belajar terbatasi oleh ruang dan waktu. Tidak ingatkah kita dengan perintah untuk “Utlubul ‘ilmi minal lahwi ilal lahdi”. “Tuntutlah ilmu (belajarlah) mulai sejak dalam buaian sampai ke liang lahad”. Kelihatannya itu hilang bersama semakin memprimadonanya sekolah. Menjadikan sekolah sebagai satu-satunya institusi tempat belajar. Selain itu, tidak!. Alangkah naifnya jika kita semua sudah berfikir semacam itu. Soekarno, Hatta, Syahrir, benar mereka semua adalah lulusan universitas. Tetapi yang perlu menjadi kesadaran kita bersama, mereka menjadi luar biasa seperti itu bukan diperoleh hanya dibangku kuliah saja. Perhatikan apa kegiatan mereka disamping kuliah. Mereka luar biasa aktif di organisasi yang mereka ikuti. Mereka belajar dari interaksi keseharian bersama orang-orang hebat, tukang-tukang becak, bakul-bakul jamu, bahkan berinteraksi dengan musuh-musuh. Mereka ‘mendewasa’ dengan kondisi dan suasana semacam itu.
Sahabat-sahabatku..... apa yang dapat kita teladani dari fenomena diatas. Bahwasanya kita tidak seharusnya hanya terkungkung, sekali lagi terkungkung oleh belajar di sekolah saja. Kita bisa belajar pada orang-orang yang ada disekitar kita. Kenapa? Yakinlah bahwasanya tiap-tiap orang telah terbekali dengan kelebihan-kelebihan oleh Alloh. Melihat kebelakang, kita adalah hasil proses kompetisi luar biasa semasa kita akan menjadi janin. Sperma (sel sperma) yang dimiliki sang ayah dalam jumlah begitu besar, dalam hitungan ratusan juta berlomba-lomba untuk membuahi satu ovum (sel telur) yang dimiliki oleh sang ibu. Dalam perjalanannya jika ternyata pada lapis pertama ovum terloloskan sperma lebih dari satu (banyak) yang disebut dengan polispemi maka giliran lapis selanjutnyalah menyeleksi untuk mendapatkan kompetitor yang benar-benar tangguh. Yang pada akhirnya terwujudlah kita. Sebuah proses perjuangan luar biasa. Setelah terbentuk apakah kita tidak berfikir, ia adalah bentukan, ia mahluk yang luar biasa penuh dengan kelebihan ‘tertanam’ bersamanya.
Untuk itu mari kita buka, kita bebaskan cara pandang kita untuk belajar pada semua orang, pada setiap orang di sekitar kita. Belajar dari kelebihan-kelebiahannya disamping dalam berproses mereka tetap masih terliputi kekurangan-kekurangan. Mari kita belajar memungut, saya menyebutnya ‘mutiara-mutiara berserakan’ itu, untuk kita jadikan pembentuk-pembentuk karakteristik kita, pembentuk-pembentuk jiwa kita, tanpa harus meninggalkan fitrah kita sebagai manusia spesial (yang artinya tetap ada pembeda kita dengan orang lain). Dan ini (merelah) yang akan menjadi manusia, menjadi orang-orang luar biasa. Sebagai misal kita memiliki teman bernama A. Dia jarang masuk kuliah, tugas jarang dikerjakan, pun jika masuk kuliah ngantukan. Tapi kita melihat ternyata dia diluar menjadi seorang orator yang luar biasa. Nah, inilah satu mutiara yang bisa kita gali, kita pungut dari beliau. Bagaimana beliau bisa begitu luar biasa dalam berorasi. Lain lagi dengan B, orangnya begitu pendiam. Dari wajahnya saja tampak serem, orangnya begitu kaku. Tapi dia tidak pernah satu kalipun masuk kuliah, mengikuti acara atau menepati janji dalam keadaan telat. Mutiara ini yang harusnya kita ambil dari belaiau. Mutiara akan muncul lagi dari C, D, E, F dan seterusnya. Semakin kita banyak belajar dari mutiara-mutiara tersebut, yakinlah kita akan menjadi orang-orang luar biasa. Menjadi orang yang benar-benar hidup (yang penulis artikan sebagai manusia bermanfaat bagi manusia lain).
Mustahib, S.Pd.Si

Posting Komentar